Jumat, 09 Oktober 2015

Kasus Organisasi Nirlaba pada Organisasi Pengelola Zakat

Tugas I

PENDAHULUAN


Organisasi nirlaba memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan organisasi yang  berorientasi kepada laba. Dalam menjalankan kegiatannya, organisasi nirlaba tidak semata-mata digerakkan oleh tujuan untuk mencari laba. Apabila organisasi nirlaba memperoleh surplus, maka surplus tersebut akan dikontribusikan kembali untuk  pemenuhan kepentingan publik, dan bukan untuk memperkaya pemilik organisasi nirlaba tersebut. Walaupun tidak meminta adanya pengembalian, namun para donatur sebagai salah satu
 stakeholder 
 utama organisasi nirlaba tentunya mengharapkan adanya pengembalian atas sumbangan yang mereka berikan. Para donatur ini, baik mempersyaratkan atau tidak, tentu tetap menginginkan pelaporan serta pertanggungjawaban yang transparan atas dana yang mereka berikan. Para donatur ingin mengetahui bagaimana dana yang mereka  berikan dikelola dengan baik dan dipergunakan untuk memberi manfaat bagi kepentingan  publik. Untuk itu, organisasi nirlaba perlu menyusun laporan keuangan. Hal ini bagi sebagian organisasi nirlaba yang
 scope
-nya masih kecil serta sumber daya-nya masih belum memadai, mungkin akan menjadi hal yang menantang untuk dilakukan. Terlebih karena organisasi nirlaba jenis ini umumnya lebih fokus pada pelaksanaan program ketimbang mengurusi administrasi.Namun, hal tersebut tidak boleh dijadikan alasan karena organisasi nirlaba tidak boleh hanya mengandalkan pada kepercayaan yang diberikan  para donaturnya. Akuntabilitas sangat diperlukan agar dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat diandalkan kepada donatur, regulator, penerima manfaat dan publik secara umum. 

Rumusan Masalah 
a. Inti dari permasalahan yang terjadi ?
b.Penyebab terjadinya permasalahan ?
c.Pada masalah ini yang bertanggung jawab siapa ?
d.Kondisinya bagaimana ?
e.Solusinya bagaimana ?

Latar Belakang
Kemiskinan pada hakekatnya merupakan persoalan klasik yang telah ada sejak umat manusia ada. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks, dan tampaknya akan terus menjadi persoalan aktual dari masa ke masa. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi oleh manusia. Masalah kemiskinan itu sama tuanya dengan usia kemanusiaan itu sendiri dan implikasi permasalahannya dapat melibatkan keseluruhan aspek kehidupan manusia[1].
Kemiskinan adalah realita sosial yang ditemui pada mayoritas penduduk Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, jumlah penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori miskin tercatat sebanyak 36,17 juta jiwa (16,7 persen). Kriteria miskin tersebut berdasarkan konsumsi masyarakat di bawah Rp 123.000 per bulan[2]. Sedangkan berdasarkan kriteria Bank Dunia angka kemiskinan di Indonesia mencapai 113 juta orang. Indikator kemiskinan  ini didasarkan pada  pendapatan perkapita. Batas garis kemiskinan menurut Bank Dunia dibatasi dengan pendapatan perkapita 800 $/US. Sementara itu, pendapatan perkapita Indonesia berada di bawah batas kemiskinan standar bank dunia, yaitu sebesar 760 $/US[3].
Sebenarnya kemiskinan akan dapat diminimalisir apabila ada distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Persoalan yang nampak saat ini adalah sangat jelas terlihat adanya kesenjangan , baik kesenjangan sosial maupun  ekonomi antara orang kaya dan miskin.
Menurut Dr Yusuf Qardlawi, salah seorang ulama dan penulis yang sangat produktif[4], salah satu upaya mendasar dan fundamental untuk mengentaskan atau memperkecil masalah kemiskinan adalah dengan cara mengoptimalkan pelaksanaan zakat.. Hal itu dikarenakan zakat adalah sumber dana yang tidak akan pernah kering dan habis. Dengan kata lain selama umat Islam memiliki kesadaran untuk berzakat dan selama dana zakat tersebut mampu dikelola dengan baik, maka dana zakat akan selalu ada serta bermanfaat untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan survei PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) tahun 2004, ternyata sebesar 49,8 % responden mengatakan dirinya sebagai wajib zakat. Artinya potensi dana zakat di Indonesia adalah hampir separuh dari umat Islam yang ada[5]. Secara nasional, zakat memiliki potensi yang sangat besar. Menurut sebuah studi, potensinya mencapai angka Rp 6-7 triliun setiap tahun. Dalam studi lain, PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) menemukan potensi zakat mencapai Rp 4,3 triliun. Namun dalam riset terbaru yang dilakukan oleh Pusat Budaya dan Bahasa UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, potensi tersebut mencapai angka Rp 19,3 triliun[6]. Tentu saja, data-data tersebut memberikan gambaran bahwa zakat jika dikelola dengan baik bisa menjadi sumber kekuatan dalam memberdayakan kondisi perekonomian negara dan masyarakat.
Dalam pemberdayaannya, zakat tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif, tetapi juga untuk sesuatu yang bersifat produktif. Dengan pemanfaatan zakat untuk kegiatan yang produktif akan memberikan income (pemasukan) bagi para penerima zakat dalam kelangsungan hidupnya. Para penerima zakat akan terbantu untuk mendapatkan lapangan pekerjaan yang akan meningkatkan kesejahteraan bagi dirinya dan keluarganya yang selanjutnya berdampak bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, apabila zakat dikelola dengan baik, maka zakat akan dapat dipergunakan sebagai sumber dana yang potensial yang berasal dari masyarakat sendiri dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Pengelolaan zakat ini akan optimal apabila dapat dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pengelola zakat.
Dalam lima belas tahun terakhir ini, perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia sangat menggembirakan. Jika sebelum tahun 1990-an pengelolaan zakat masih bersifat terbatas, tradisional, dan individual, namun kemudian, pengelolaan zakat memasuki era baru. Unsur-unsur profesionalisme dan manajemen modern mulai dicoba diterapkan. Salah satu indikatornya adalah bermunculannya badan-badan dan lembaga-lembaga amil zakat baru yang menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang berbeda dengan sebelumnya.
Pada akhir dekade 90-an, tepatnya pada tahun 1999, pengelolaan zakat mulai memasuki level negara, setelah sebelumnya hanya berkutat pada tataran masyarakat. Hal tersebut ditandai dengan disahkannya Undang-undang (UU) No 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat. UU inilah yang menjadi landasan legal formal pelaksanaan zakat di Indonesia.
Dalam upaya pengumpulan zakat, pemerintah telah mengukuhkan Badan Amil Zakat (BAZ), yaitu, lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, yang personalia pengurusnya terdiri atas ulama, cendekiawan, profesional, tokoh masyarakat, dan unsur pemerintah, dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), yaitu, lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat, yang pengukuhannya dilakukan oleh pemerintah bila telah memenuhi persyaratan tertentu. Lembaga-lembaga ini ditugaskan sebagai lembaga yang mengelola, mengumpulkan, penyaluran, dan memberdayakan para penerima zakat dari dana zakat. Peran pemerintah tidak mungkin dapat diandalkan sepenuhnya dalam mewujudkan kesejahteraan, karena itulah diperlukan peran dari lembaga-lembaga tersebut. Khusus di Jakarta, pada tahun 2001 sudah ada tujuh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang sudah dikukuhkan oleh pemerintah yaitu; Dompet Dhuafa Republika, Yayasan Amanah Tafakul, Rumah Zakat Indonesia, Pos Keadilan Peduli Ummah, Lazis Muhammadiyah, Baitulmaal Muamalat, Hidayatullah, Persatuan Islam, dan Bamuis BNI. Disamping LAZ tersebut, pemerintah juga membentuk suatu OPZ pemerintah di Jakarta, yaitu, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)[7]. Sehingga diharapkan bisa terbangun sebuah sistem zakat nasional yang baku, yang bisa diaplikasikan oleh semua pengelola zakat.
Baitulmaal Muamalat merupakan salah satu organisasi pengelola zakat yang melakukan penggalangan dana zakat secara professional dan inovatif. Baitumaal Muamalat (BMM)  merupakan salah satu lembaga  pemberdayaan dan lembaga amil zakat nasional yang menyelenggarakan  berbagai macam program bantuan untuk masyarakat. Baitulmaal Muamalat adalah lembaga pemberdayaan dan amil zakat nasional yang lahir dari sebuah institusi yang telah cukup dikenal di masyarakat yaitu Bank Muamalat. Baitulmaal Muamalat merupakan lembaga nirlaba yang bertujuan  mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum miskin melalui dana ZISWAF (donasi dari masyarakat yang terdiri dari zakat, infak, sedekah, wakaf dan dana lainnya dari perseorangan, kelompok maupun lembaga yang halal dan legal). Bentuk program kegiatan dari Baitulmaal Muamalat antara lain, beasiswa prestasi, kesehatan masyarakat pra sejahtera, program kemanusiaan, komunitas pengembangan masyarakat, kegiatan pengembangan  ekonomi masyarakat.
Sampai saat ini, sejak berdirinya BMM tahun 2001, selalu terjadi kenaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya dalam penghimpunan dana ZISWAF yang cukup berarti bagi perkembangan. Bukti ini bisa dilihat dari kinerja BMM semester pertama 2006. hingga juli tahun ini, total penghimpunan BMM telah mencapai Rp. 8,2 miliar. Jumlah ini diperoleh dari aktifitas penghimpunan dana zakat, infaq, program kemanusiaan, dan waqaf masyarakat. Delapan puluh persen dari perolehan tersebut berasal dari dana zakat. Jika dibandingkan perolehan semester 1 tahun 2005, penghimpunan dana BMM mengalami kenaikan sampai 100 persen. Karena pada juni 2005 total dana terhimpun hanya Rp. 4 miliar. Tabel I. 1 memberikan penjelasan dan data yang menggambarkan perolehan penghimpunan BMM dari tahun 2000-2005.

1.2
a.inti dari permasalahan yang terjadi ?
 Pengelolaan zakat di Indonesia hingga kini belum memberikan hasil yang optimal. Pengumpulan maupun pemberdayaan dana zakat masih belum mampu memberikan pengaruh terlalu besar bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Padahal, pengelolaan zakat telah ditopang oleh sebuah perangkat hukum yaitu UU No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

b.Penyebab terjadinya masalah?
Banyak kendala dan hambatan yang dialami oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) untuk menggalang dana zakat dari masyarakat.

c.Pada Masalah ini yang bertanggung jawab siapa ?
Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) dan Pemerintah

d.kondisinya bagaimana?
Lagi Menyusun Strategi supaya permasalahan ini cepat selesai

e.solusinya bagaimana ?
Seperti halnya sebuah perusahaan, Organisasi Pengelola Zakat pun mesti memiliki strategi dalam merebut perhatian dari pasar donatur , dalam hal ini OPZ telah memiliki pasar tersendiri yaitu, para wajib zakat, dan mempertahankan loyalitas mereka. Lebih dari itu OPZ juga bertanggung jawab untuk menumbuhkan kesadaran para wajib zakat agar membayarkan zakat mereka. Hal ini dipandang sangat penting untuk kontinuitas dan upaya pemberdayaan masyarakat yang mereka lakukan. Untuk itu perlu bagi OPZ membangun sebuah sebuah strategi untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan baik.
Kepiawaian suatu organisasi dalam menarik masyarakat untuk menyalurkan zakatnya dan memelihara para penyalur zakat tersebut, kelak membuat organisasi tersebut tetap dapat bernapas. Selain juga mampu melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat melalui dana zakat yang berhasil mereka kumpulkan. Bagi sebuah OPZ tentu akan mati dengan sendirinya jika tak mampu menarik dan mempertahankan donatur yang ada.
Penyusunan tujuan dan perencanaan strategi bertambah penting artinya untuk keberhasilan dan kelangsungan hidup organisasi karena adanya serangkaian perubahan dalam lingkungan tempat organisasi harus bekerja (Weber,1975)[16] : (1) meningkatnya tenggang waktu (lead time) yang dibutuhkan antara permulaan spesifikasi tujuan dengan tercapainya tujuan itu karena berbagai macam alasan, mengakibatkan meningkatnya kesempatan terjadinya perubahan tujuan; (2) karena organisasi telah bertambah luas, masalah koordinasi berbagai bagian dan sumber daya untuk usaha yang diarahkan ke tujuan juga jadi meningkat; (3) meningkatnya kerumitan teknologi membutuhkan investasi waktu dan uang yang lebih besar dan hampir tidak ada jaminan akan memberi  hasil. Jadi, sumber daya harus diinvestasikan lebih hati-hati; (4) meningkatnya spesialisasi pekerjaan dan tenaga manusia seringkali mengurangi keluwesan organisasi menukar prioritasnya sesuai keinginan; (5) ketidakpastian lingkungan telah meningkat dalam berbagai bidang (misalnya; pasar, hukum, ekonomi), dan telah menguragi keyakinan manajer pada keputusan yang dibuat serta lebih membutuhkan banyak organisasi untuk dasar pengambilan keputusan.
Untuk membicarakan strategi yang akan dijalankan, sebelumnya perlu defenisi dari strategi itu sendiri. Robbins mendefenisikan strategi sebagai penentuan dari tujuan dasar jangka panjang dan sasaran sebuah organisasi, dan penerimaan dari serangkaian tindakan serta alokasi dari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk melaksanakan tujuan tersebut[17]. Sedangkan menurut Kenneth R.Andrews, strategi adalah pola keputusan dalam organisasi yang menentukan dan mengungkapkan sasaran, maksud, atau tujuan yang menghasilkan kebijaksanaan utama dan merencanakan untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Robbins[18], terdapat dua perspektif dalam melihat strategi sebuah organisasi, yaitu, suatu pandangan yang disebut planning mode (model perencanaan). Pandangan ini menjelaskan strategi sebagai sebuah model perencanaan atau kumpulan pedoman eksplisit yang dikembangkan sebelumnya. Organisasi mengidentifikasikan arah tujuan, kemudian organisasi mengembangkan rencana yang sistematis dan terstruktur untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap organisasi nirlaba cenderung mencanangkan sasaran tahunan untuk sumbangan karena memungkinkan organisasi tersebut untuk 1) mengetahui berapa yang sebaiknya dianggarkan untuk pencarian dana, 2) memotivasi staf dan pemanfaatan optimal relawan, dan 3) mengukur efektifitas pencarian dana.
Pandangan yang kedua adalah, evolutionary mode (model evolusi). Berdasarkan pandangan ini strategi tidak selalu merupakan suatu yang dipikirkan secara matang dan sistematis, strategi dapat berkembang dari waktu ke waktu sebagai pola dari arus keputusan yang bermakna.
Organisasi biasanya menjalankan beberapa strategi umum yang dapat mereka sambil dalam usahanya untuk mengurangi ketidakpastian lingkungan yang mereka hadapi. Mereka dapat menanggapinya dengan menerima dan mengubah tindakan mereka agar cocok dengan kemampuan organisasi.

Sumber :https://ariefhilmanarda.wordpress.com/2010/03/06/zakat-dan-organisasi-pengelola-zakat/
             :http://mitoyono.blogspot.co.id/2011/01/akuntansi-organisasi-nirlaba.html


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar